Saya kadang lupa kalau sudah menikah,
masih suka bertingkah aneh, cengengesan, dan malas-malasan. Tapi kesedihan yang membuat saya merasa kadang tidak siap betul menikah itu bukan karena tidak
pandai memasak atau tidak terampil ini itu, melainkan meninggalkan keponakan
saya tercinta, Nameera, dalam kesediriannya lagi. Nameera tidak pernah benar-benar sendiri, banyak orang
tersayang membanjirinya dengan cinta. Tapi saya yang sudah terlanjur sok-sokan
pasang badan di sampingnya setahun ini merasa membuat lubang di hatinya. Di hati
saya sendiri. Lebih tepatnya, saya bukan tidak siap menikah, melainkan saya
tidak siap meninggalkan Nameera.
Sejak sebelum menikah, berkali-kali
dalam nada yang sendu, saya menceritakan Nameera pada Mas Ofa dengan kadar emosi yang bahkan saya sendiri tak bisa mengontrolnya. Setelah menikah, saya
tidak berubah. Kali ini ada bahu Mas Ofa yang siap saya sandari tiap kali ngilu
dalam hati muncul.
Hubungan saya dan Na itu rumit tapi
juga sederhana. Sederhana karena jelas saya tantenya dan Na ponakan saya. Rumit
karena Na bagi saya terlajur spesial sejak ia lahir, sejak bahkan saya belum
melihat wajahnya, ia sudah membuat saya menangis bahagia di tengah malam dalam
jarak 200 km. Kalau ada kecanggungan sebagai manten baru apalagi di rumah
mertua dengan segala ketidakterampilan saya dalam banyak hal, itu tidak ada
apa-apanya dibanding kerinduan saya terhadap Na.
-
Maret lalu, ketika balasan lamaran ke
Temanggung, 26 Juli 2015 dilingkari sebagai bakal hari bahagia saya dan Mas
Ofa. Dalam majelis itu diputuskan juga bahwa KH. Mustofa Bisri akan diaturi
untuk jadi akid yang menerima taukil dari ayah saya selaku wali. Voila, semua
terjadi dengan sangat cepat! Meski sejujurnya saya lebih senang dinikahkan
langsung oleh ayah saya. Tapi Mas Ofa mengingatkan saya, menikahkan itu hak
ayah, terserah ayah kalau mau menaukilkan pada siapa. Saya merenunginya, iya
saya menerimanya.
Ibu adalah penggerak utama dalam
rentetan acara pernikahan kami. Mulai dari membuat rencana, mengatur belanja,
mengorkestrasi orang dapur, tukang renovasi rumah, dan panitia lapangan,
menerima dawuh ayah yang kadang sulit diterima, dan ketegangan ini itu, Ibu
yang pertama terdampak. Syukur kesehatan Ibu jauh lebih baik daripada
bertahun-tahun lalu, daripada saat kedua kakak saya menikah. Lebih jauh lagi,
saya bahagia karena keluarga saya lengkap. Keempat kakak saya beserta anak-anaknya
hadir dan terlibat aktif menyiapkan acara tasyakuran, meski harus berkorban
waktu dan tenaga yang besar.
Karena sudah dua kali menjadi panitia
pernikahan, saya tidak bisa menghentikan diri saya untuk ikut mengatur acara
saya sendiri, meski ini membuat saya stres. Hehe. Kalau acara resepsi di
Tambakberas sangat banyak sesi fotonya, saya mohon maaf pada hadirin sekalian
karena saya maksa banget sesi foto harus lengkap dan genap. Pada akhirnya juga
kurang satu, kelewat satu sesi foto bersama Bani Sulaiman, keluarga besar dari
pihak Mbah Putri L Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini.
-
Mbak Alissa Wahid meledek kalau acara
nikah kami di Jombang itu adalah side event Muktamar NU ke-33. Sudah
waktunya lima hari sebelum Muktamar, yang menyerahkan dari keluarga putra KH.
Said Asrori (periode ini diangkat menjadi jajaran Rois Syuriah PBNU), yang
menerima KH. Malik Madani (periode lalu Katib ‘Am PBNU), dan mauidzoh hasanah
disampaikan KH Mustofa Bisri (Rois Am PBNU yang menolak menjabat).
Mungkin
orang melihat ampuh nih pentolan syuriah pada hadir, padahal ayah saya ‘Cuma’
ngurusin NU tingkat kecamatan. Saya tentu bahagia beliau-beliau menyempatkan
hadir ke rumah di sela-sela kesibukan jelang Muktamar. Tapi yang membuat hati
saya menghangat adalah ketulusan doa beliau dan semua yang hadir dengan dan
tanpa kebesaran yang tampak. Ketulusan dari hati hanya dapat dirasakan oleh
hati, selainnya hanya sampai di mata dan telinga. Saya berterima kasih pada
kerabat dan sahabat semuanya yang sudah turut mendoakan perjalanan panjang kami
ke depan.
Empat hari setelah acara, ketika kami
lagi senangnya kasak-kusuk cerita ini itu berdua, Gus Mus kembali memarkir
mobilnya sebentar di seberang sungai depan rumah. Beliau telepon Mas Ofa yang
pernah menawarkan rumah untuk tempat istirahat selama Muktamar. Gus Mus tidak
bersedia menempati Suite Room hotel Yusro yang disediakan panitia. Dengan
gontai karena bangun dari jatuh tidur siang, Mas Ofa mengantarkan Gus Mus ke
rumah yang dimaksud dan saya menyusul di belakang. Singkat cerita setelah
mempertimbangkan beberapa tawaran yang datang, Gus Mus memilih rumah di sebelah
utara makam Mbah Wahab yang tidak lain rumah kosong milik bulek saya tercinta, Bulek Atik.
Saya buru-buru ke tukang plat nomor di
depan RSUD Jombang, menggandakan plat
nomor mobil ayah. Sejam rampung, plat itu langsung saya serahkan untuk dipasang
sementara menggantikan plat yang populer K141KU. Tak heran kalau Gus Mus keluar masuk dari
rumah itu dengan selamat tanpa diketahui orang. Padahal makam Mbah Wahab selalu
ramai ditambah ada pameran akik di sebelahnya.
Karena Gus Mus tak ingin merepotkan
keluarga kami, Mas Ofa menawarkan diri (juga diri saya) untuk menemani Pakde
Mus dan Bude Fatma selama menghuni rumah
itu. Saya lantas gelagapan, dengan apa saya harus melayani Pakde Bude sementara
saya tidak bisa masak T.T. Dengan sukses, menu pertama yang tersedia adalah
sambel terong, tempe yang agak kehitam-hitaman, telur dadar, sup, dan
alhamdulillah tuan rumah membawakan gurame goreng dan bakar :D
Hari-hari setelah itu relatif lancar
karena keluarga kami memang suka merepotkan diri, setiap hari ada makanan
matang dan setengah matang datang ke rumah dan Voila, siap dihidangkan!
Menemani Pakde Mus dan Bude Fatma itu
mudah karena beliau berdua sederhana dan merasa cocok diaturi makanan apa saja.
Yang bikin saya kepontal-pontal justru instruksi tuan rumah, Bulek Atik, yang
kalau saya menyajikan ndlewer dikit langsung dikoreksi. Betapa tidak
terampilnya saya. Setelah saya kini menjajal rumah Mas Ofa, pengalaman belajar
dengan Bulek Atik jauh lebih berat daripada dengan mertua :D
Dua hari sebelum Muktamar dimulai,
suasana di rumah tenteram saja. Pakde banyak bercerita tentang Abah almarhum.
Menurut cerita yang diterima Mas Ofa, Gus Mus memberikan namanya
untuk Mas Ofa kecil yang baru lahir. Tapi Gus Mus mengelak. “Abahmu sing ngefans karo aku,”
pungkas beliau disusul tawa bersahut-sahutan.
Ketika pembukaan Muktamar, Gus Mus
tidak bersedia dijemput patwal sejak dari rumah singgah. Mas Ofa mengatur
pertemuan di bengkel Mada Auto Care yang dikelola kakak saya, Mas Imdad. Saya memilih di rumah saja
meski sepertinya hanya kemarin satu-satunya kesempatan saya seumur hidup bisa
masuk ke arena pembukaan Muktamar tanpa hambatan. Sepulang dari arena, ternyata semobil lapar
karena tidak nyaman makan di pendopo. Akhirnya dengan kucek-kucek mata, saya
dan Bulek Atik yang dari tadi menemani saya di rumahnya sendiri, menyambut
Pakde Mus, Bude Fatma, dan Mas Ofa dengan dua mangkuk besar mie goreng dan mie
godok pedas. Sluuuurp!
Selama Muktamar, Pakde Mus tidak
bersedia ditemui siapa pun yang berkepentingan dengan Muktamar. Setahu saya
yang tidak banyak tahu, Pakde Mus menolak ajakan bertemu. Kalau pun Pakde Mus
menghendaki bertemu, beliau ngalahi bertemu di luar rumah, termasuk dengan Pak
Nadirsyah Hosen di warung Pojok II Perak. Saya lagi-lagi di rumah saja karena
Bude Fatma juga tidak ikut. Berkali-kali saya tawari Bude Fatma keluar rumah
sekadar lihat-lihat pameran. Tapi Bude selalu menolak, katanya urusan oleh-oleh
sudah dibereskan Mas Rizal, menantunya.
Karena sudah niat laden di rumah itu,
tamu-tamu yang ta’khir manten di rumah Ayah Ibu banyak yang tidak bertemu
manten. Selama Muktamar, kami juga tidak bisa mengemukakan alasan dengan
gamblang karena Gus Mus tidak ingin tempat istirahatnya diketahui orang. Saya dan
Mas Ofa minta maaf sebesar-besarnya.
Kalau Pakde dan Bude sudah di kamar
malam hari, Mas Ofa sering mengendap-endap keluar sampai subuh ketemu teman-teman lama, karena kesempatannya hanya malam hari. Muktamar itu sebenarnya tidak
merepotkan hanya saja banyak orang yang membuat repot diri sendiri selama
Muktamar, termasuk mas Ofa ^^v
Setiap ketegangan di arena Muktamar
merambat dengan cepat ke rumah persembunyian kami. Ketika sidang tatib yang
panas, sidang komisi ahwa, dan musyawarah ahwa. Tapi tidak sekali pun saya
melihat kekalutan yang berlebihan di wajah Pakde. Sepulang dari pidatonya yang
luar biasa menggetarkan untuk menenangkan sidang tatib, di mobil Pakde menyelimurkan
kegundahan hatinya dengan nggojek. Sementara sepenuturan Mas Ofa, hatinya saja
belum selesai meleleh, Pakde sudah meninggalkan kekecewaan di arena Muktamar
semari tetap membawa rasa malu kepada masyayikh. Sampai di rumah, kebetulan Ibu
dan Na datang. Pakde langsung saja menanggap Na yang kenes menyanyikan lagu Ya
Lal Wathon-nya Mbah Wahab. Seolah biasa saja, tapi saya tak pernah tahu apa
yang ada di dalam hati beliau.
Pagi ketika kembali pleno di alun-alun
mengetok hasil komisi-komisi, Mas Ofa sudah disangoni Pakde Mus surat yang
sejak kemarinnya sudah dibawa ke komisi organisasi di Denanyar. Rabu pagi itu,
Mas Ofa ditimbali Pakde untuk diberi isi surat yang baru ditukar dengan yang
lama. Lalu saya membantu membungkus kembali surat itu dalam amplop cokelat
berukuran sedang. Ketika saya tanya apa isi surat itu, Mas Ofa menggeleng sama
tidak tahunya.
Akhirnya Pakde, Bude, Mas Ofa, Saya,
dan Mas Irul (yang nderekkan Pakde) bersama menuju alun-alun. Pertama kali itu
saya mampir sebentar ke arena Muktamar. Pakde dan Mas Ofa turun menuju rumah
Sekda yang dijadikan base camp PBNU. Saya dan Bude akhirnya jalan-jalan
ke NU Expo di Stadion Jombang.
Pas ketika kami berdua selesai
berkeliling, Mas Nabil, kakak ipar saya, telepon kalau dia akan mengantarkan
Pakde ke stadion. Urusan Pakde selesai sudah di alun-alun. Pakde tidak perlu
hadir di forum yang akan mendomisionerkan dirinya. Di jalan Kiai Said Aqil
menelepon dan Pakde hanya titip salam terima kasih dan minta maaf.
Sampai di rumah, Pakde tampak gusar
menunggu sidang ahwa. Di alun-alun, Mas Ofa melaksanakan tugasnya sebagai
pemyampai pesan. Mas Ofa masuk ruangan sebelum sidang dimulai dan bertemu empat
mata dengan Kiai Ma’ruf Amin. Sebelum menyampaikan pesan, Mas Ofa sempat
meminta doa untuk pernikahan kami berdua. Setelah itu, baru lah surat
disampaikan ke Kiai Ma’ruf yang lantas dibawa ke musyawarah Ahwa.
Bada ashar, Mbak Yenni dan Mbak Alissa
diperbolehkan Pakde sowan ke rumah persembunyian. Lagi pula Muktamar akan
segera selesai dalam hitungan jam. Saya sengaja menghindar dari perbincangan
itu. setelah Mbak Yenni pamit, saya baru nimbrung sambil menemani Mbak Alissa
yang sedang menemani Gus Mus. Kabar datang kalau Ahlul Halli wal Aqdi
memutuskan memilih Gus Mus sebagai Rois Am dan Kiai Ma’ruf sebagai wakil Rois
Am. Sebelum maghrib, Gus Yahya sempat bolak-balik dua kali. Barangkali Gus
Yahya mau minta sekali lagi Gus Mus bersedia menerima keputusan Ahwa. Tapi yang
terjadi sebaliknya, Gus Mus meyakinkan Gus Yahya bahwa beliau sudah menyatakan
tidak bersedia secara resmi sebelum majelis ahwa berlangsung dan beliau kukuh
dengan pendiriannya.
Seperti banyak diketahui orang, Gus Mus
mengharapkan Mbah Maimoen yang jadi Rois Am sebab kesepuhan dan kealiman
beliau. Sebaliknya, Mbah Moen menghendaki Gus Mus yang jadi Rois Am. Tepat di
situ, Gus Mus menceritakan pengalamannya ketika didorong-dorong sowan Kiai As’ad
agar beliau berkenan menjadi Rois Am. Kiai As’ad yang saat itu tengah istirahat
di amben kayu sederhana ngendika, Malaikat Jibril yang minta saja saya tidak
akan mau. Lalu Gus Mus sowan Mbah Ali yang akhirnya membuahkan hasil. Gus Mus
adalah santri kinasih Mbah Ali, tapi melalui pengalaman itu Gus Mus melihat
sisi lain Mbah Ali yang belum pernah Gus Mus lihat. Usai bercerita, Gus Mus
berkelakar, mungkin ini karma. Saya pun ikut tertawa, tapi hati saya bergetar
luar biasa.
Bada sholat maghrib, saya menemani
Pakde Mus dan Mbak Alissa makan ikan penyet dan sayur asem seadanya kiriman
dari ndalem Mbah Putri. Saya memberanikan diri bertanya pada Pakde, kalau bukan
Mbah Moen yang terpilih Rois Am, lalu tujuan Pakde mundur agar yang paling sepuh,
paling faqih dan paling alim yang terpilih berarti tidak tercapai. Pakde
menjawab, Kiai Ma’ruf bagaimanapun lebih faqih dan lebih alim dari Pakde Mus.
Ya Allah..
Tak lama, Mas Ofa dan Mas Nabil datang
dengan wajah yang luar biasa tegang. Perasaan Mas Ofa campur aduk karena merasa
tidak berhasil melaksanakan misi. Lebih dari itu, situasi yang tidak terkendali
di alun-alun dan gosip tentang Tebuireng membuat kalut. Tapi Pakde mendengarkan
laporan Mas Ofa dan Mas Nabil sembari dahar dengan lahap. Yang sudah berat tak
usah dibikin jadi tambah berat, begitu kira-kira. Selama bersama Gus Mus, saya
yang tidak mengenal baik Gus Mus melihat beliau melaksanakan nasihatnya
sendiri, sing sakmadya sing sakmadya..
Esok harinya, Gus Mus melaksanakan
nadzar jika tidak jadi Rois Am. Nadzarnya banyak sekali; sowan ke empat
masyayikh pesantren di Jombang, nyate di Pak Faqih Cukir, nginap di Pacet, dan
mungkin ada lagi yang lain. Sowan Gus Mus ke makam Mbah Hasyim itu yang paling
menyayat hati. Beliau meminta maaf dan memintakan maaf untuk santri-santri
ruhaniyah Mbah Hasyim. Batin Gus Mus, Muktamar dibawa ke Jombang agar
orang-orang itu malu pada masyayikh, tapi yang terjadi malah sebaliknya, menginjak
muruah NU di depan mata pendahulu.
-
Berkali-kali Pakde Mus ngendika,”
salahe dewe dadi manten pas muktamar. Muktamar keterak muktamar.” Saya capek iya, tapi pengalaman bersama Pakde
Mus sangat berarti buat saya. Meski kami dibilang belum bulan madu, belum
senang-senang, apalagi yang lebih menyenangkan dari mengisi hari-hari awal
nikah dengan meladeni manten lawas semenarik Pakde Mus dan Bude Fatma
yang hangat, bijak, dan tentu kocak. Semoga selama hidup kami, kami senantiasa
diberi rizki untuk khidmah, sakmadya, sederhana, dan istiqomah semampu kami.
Juga semoga Allah selalu melindungi Nameera. Na mengajari saya lebih banyak hal daripada yang saya ajarkan padanya selama quality time kami yang terbatas oleh keterbatasan saya. I love you, Na, always..
Ngadirejo, 4 September 2015
Mbrebes mili aku Bil :')
BalasHapusNing... ada rasa gimana gitu baca tulisan ini
BalasHapusMantapss neng... terharuu..
BalasHapusMantapss neng... terharuu..
BalasHapusHalo adik baru. Salam kenal yaa.. Tulisanmu bagus. Terimakasih ya udah menemani dan meladeni Pakde Bude..
BalasHapus#tak sengaja mengklik tautan
BalasHapus#sejenak merasa tersasar
#membaca tulisan yg menggetarkan
#baru tersadar...
Ternyata ini lembar-lembarmu ya, Bel
Subhaanallah. Bagus sekali, Bel!
Apalagi membaca tulisan di atas. Ya Allah.. serasa ikut melayang lagi ke titik penting muktamar: Gus Mus. Padahal ini tulisan ttg Nameera yah! Hehehe.
Salam kenal utk Mas Ofa, Bel...
subhanallah.. berkah sekali ning.. ;)
BalasHapusMasya Allah,tulisan&penulis yg luar biasa.smg kalian berdua sll samara.salam kenal sy abu salsabila.fans gus ofa sjk di madrasah ypru.
BalasHapusMasya Allah,tulisan&penulis yg luar biasa.smg kalian berdua sll samara.salam kenal sy abu salsabila.fans gus ofa sjk di madrasah ypru.
BalasHapusHaii teman yg lamaa tak bersuaa.....
BalasHapusKapan bisaa meetup? Kangen bercengkrama bareng lagii....
Tulisanmu suksess bikin dagdigdug 😊
Haii teman yg lamaa tak bersuaa.....
BalasHapusKapan bisaa meetup? Kangen bercengkrama bareng lagii....
Tulisanmu suksess bikin dagdigdug 😊
Pertama kali lihaat blogmu bel aku menngis bukan karena cerita dibalik muktamar tapi saat kau menceritakan soaok gadis kecilku yang selama ini juga menemani hari hriku bersama anak dan suamiku bahkan sampai dianggap dia ank pertamaku aq bilang aja iya dia memang anakku hehe sekalian ben komplit cewek cowok hehe, ketika ku melihat dia tidur aku menangis jadi flashbck ketika kecil n bayinya dia ketika aq mengantar kan dia imunisasi dan ke dokter karena terburu buru sampai nabrak pagar ATM sebuah bank hehhe, dalam doakan semoga dia menjadi anak kuat, sehat, bijak, timbuh dengan kasih sayang yang tak terhingga, semoga kita bisa mengiringi perjalanan hidupnya sampai dewasa kelak. Amien, btw bel met menempuh hidup baru jadi istri ya dan semoga berkah apalagi manten anyar langsung pengabdian demi NU hehehe, love u tante bela... Terima kasih karena menyayangi anak kita"hehe"
BalasHapusAku seneng maca tulisan iki :)
BalasHapusBaarokallah. amin.
BalasHapus:)
Lanjutkan mb Nabil Tulisannya super keren membuat mrinding
BalasHapusSedengan/Sakmadya...:)
BalasHapusSedengan/Sakmadya...:)
BalasHapus