Kamis, 12 Februari 2015

7 Hal ini yang Membuat Pondok Krapyak Istimewa




MAsjid Al-Munawwir Krapyak
Foto dipinjam dari http://yusufanas.blogspot.com/2012/09/nasionalisme-ala-santri-santri-krapyak.html


Gaes, kali ini saya mau melaporkan hal yang ga mikir dan dengan  gaya ngepop ala-ala hipwee. Ga perlu mikir EYD dan tanda baca. Ini tentang pondok yang saya huni selama enam tahun. Iya, pondok ini menjadi saksi mengapa saya sampai menghabiskan masa kuliah 13 semester. You will see how comfort my surrounding is! Anw, ini perspektif yang relatif subjektif. Santri putra dan santri komplek lain pasti punya pandangan lain tentang hal yang saya sebutkan ini. Mengapa Krapyak istimewa?

1. Lokasinya di Jogja
Pondok Krapyak adalah pondok yang paling dekat posisinya dengan pusat kota. Ke alun-alun kidul yang terkenal dengan tantangan jalan tutup mata itu jaraknya sekitar 2-3 km. Bagi anak Krapyak, arti alkid yang penting bukan tutup matanya. Itu kan khas wisatawan banget. Alkid adalah tempat kumpul bareng kalau teman-teman lagi ada waktu senggang bersama dan juga alternatif kalau bosen sama menu sarapan sekitar Krapyak. Biasanya setelah modus jogging, mereka (atau kami) sangat bersemangat merogoh kocek buat beli lontong opor, bubur ayam, nasi kuning, dan susu segar hangat di sisi barat dan timur alun-alun. Kalau sore, alkid memberikan desir yang mistis dan melegakan di antara lalu-lalang motor, suara lagu anak dari odong-odong, dan becak sepeda yang mulai menyalakan kerlip lampu.

Selain itu, malioboro juga magnet tersendiri. Karena jaraknya ga jauh, menurut saya, itu yang bikin toko baju sekitar Krapyak ga laku-laku amat. Santri Krapyak lebih pilih ke Beringharjo dan pertokoan malbor sekalian jalan-jalan.

Yang paling penting, karena Jogja adalah surga perguruan tinggi. Sebagian besar santri Krapyak yang dewasa memilih mondok di Krapyak juga sekalian kuliah. Ada yang ke UIN Suka, UGM, UNY, UMY, Alma Ata, STIKIP PGRI, Stikes Yogyakarta, dan lain-lain. Tapi sebagian juga ada yang mondok aja buat ngaji kitab salaf dan tahfidz Quran.

2. Mbah Moenawwir dan Mbah Ali Maksum
Kiai Moenawwir adalah pendiri pertama pondok Krapyak. Sama seperti Mbah Nur Iman Mlangi, ketika itu sebagian keluarga bangsawan Kraton yang mendalami agama memilih keluar dan mencari tanah lain yang berkembang menjadi pesantren. Siapa yang belajar mengaji Al-Quran atau menghafalnya di Krapyak sanadnya jelas, mengikut sanad beliau. Salah satu putri beliau, Mbah Nyai Hasyimah, menikah dengan pemuda cemerlang asal Lasem, Rembang, Kiai Ali Maksum. Mbah Ali masyhur sebagai sosok Kiai yang ‘alim dan open minded. Di bawah kepemimpinan Mbah Ali, santri-santri yang kini menjadi tokoh nasional  berkembang. Di antaranya, Gus Dur, Gus Mus, Kiai Said Agil, Kiai Masdar Farid, dan banyak lagi. Haul beliau berdua biasanya diperingati bersamaan dengan wisuda Quran santri hafidz-hafidzoh.

3. Kamus Al-Munawwir dan Syi’ir Asmaul Husna
Kamus Al-Munawwir yang digunakan oleh sebagian besar santri di Indonesia itu disusun oleh KH. Warson Moenawwir, salah satu putra Mbah Moenawwir. Cara membaca kamus ini mesti disertai dengan pengetahuan dasar tentang shorof. Karena kelompok kata yang digunakan sebagai pedoman pencarian adalah kata kerja lampau (fi’il madli). Dari situ baru diturunkan ke sejumlah kata benda dan frasa. Jadi kalau yang awam bahasa arab, menggunakan kamus ini tentu agak kesulitan. Tapi ada alternatif lain dari Krapyak, Kiai Attabik dan Pak Zuhdi menyusun kamus Al-‘Ashr yang disusun dengan gaya kontemporer.
Selain itu, di sekitar Krapyak juga sering didengungkan syi’ir Asmaul Husna ijazah dari Abah  Kiai Ali Maksum, yaitu Kiai Maksum Lasem. “Bismililahi wa bihi badana – walau ‘abadna ghairahu lasyaqina – ya habbadza rabban wa hubba diina – wa habbadzan muhammadun hadiina – laulahu maa kunna wa laa baqiina”. Uniknya, dalam satu baris, terdapat lima penggalan kalimat, tidak seperti nadzom alfiyah, imrithi, atau maulid diba’ dan banyak syi’ir lainnya yang sebaris terdiri dari dua penggalan kalimat.


Foto KH. Ali Maksum dan teks syi'ir Asmaul Husna

4. Banyak Pilihan Program
Pondok Krapyak terdiri dari dua yayasan, yaitu Yayasan Al-Munawwir dan Yayasan Ali Maksum. Dua yayasan ini satu keluarga besar. Keduanya mengembangkan model pesantren yang agak berbeda. Al-Munawwir tidak menyediakan sekolah formal, kecuali belakangan ada SMK. Fokus pondok Al-Munawwir mengaji kitab-kitab salaf, salah satunya direpresentasikan oleh Ma’had Aly Al-Munawwir yang legendaris diasuh dan diajar langsung oleh KH. Zainal Abidin Munawwir Allah yarham sebelum beliau wafat.  Di Munawwir juga ada tiga komplek tahfidz, yaitu Hufadz I dan Hufadz II, serta Q6 yang terletak di komplek Q khusus putri.  Bagi yang tidak kuliah, ada program ngaji pagi, bagi yang kuliah, mereka mengikuti ngaji di malam hari.

Sementara itu, Yayasan Ali Maksum menyediakan sekolah formal seperti MTs dan MA juga SMP dan SMA. Meski kedua kelompok sekolah itu sejenis, tapi fokus dan manajemen penyelenggaranya berbeda. Yayasan Ali Maksum juga menyediakan sejumlah komplek khusus mahasiswa dan komplek tahfidz. Uniknya, komplek-komplek di Krapyak sebagian besar disebut dengan huruf, meskipun tidak lengkap dan tidak urut A-Z. Misalnya, komplek AB, komplek D, komplek IJ, Komplek L, Komplek N, komplek H, komplek GP, Komplek Q, komplek R, komplek T, dan seterusnya. Ada juga yang tidak pakai huruf seperti Komplek Nurus Salam, Komplek Hufadz, dan Komplek Hindun.  Masing-asing komplek diasuh oleh pengasuh yang berbeda dan punya karakter khas. Persis seperti kata KH. Zamakhsyari Dhofir, jumlah jenis pesantren itu sejumlah kiai/bunyainya. Tiap pesantren itu otentik.

5. Ustadz Pesantren Kelas Universitas
Selain Ma’had Aly yang memang tingkatnya advance dan dulu diasuh langsung oleh Kiai Zainal dan sekarang oleh ustadz-ustadz senior, beberapa komplek di Krapyak juga mendapat pengajaran dari ustadz yang sekaligus dosen di UIN Suka. Di antaranya yang masyhur adalah Dr. Hilmi Muhammad, Dr. Phil. Sahiron Syamsudin dan Dr. Abdul Mustaqim, kebetulan ketiganya dari jurusan Tafsir Al-Quran dan Hadist. Tapi hampir seluruh ustadz di Krapyak juga mengenyam pendidikan universitas sehingga insight yang sampaikan kepada santri sangat kaya. Beberapa ustadz di Krapyak juga lebih suka memberikan keterangan yang panjang daripada maknani isi kitab banyak, meskipun yang sebaliknya juga tidak sedikit.


Kreativitas santri di ajang lomba Muharroman

6. Warung yang super enak dan murah
Kalau sudah ngomongin warung di Krapyak, buanyaaak macamnya. Sebut saja Tenda Biru, Lengko, Cuwiri, Bu Berkah, angkringan Agus, angkringan depan Kopontren, SOS, pecel lele Handayani, penjara, burjo, dan banyak warung langganan santri putra yang saya tidak tahu lokasi dan namanya. Yang pasti, semuanya harganya terjangkau, menggoyang lidah, dan bikin kenyang. Masing-masing warung itu juga punya ciri khas tersendiri. Di warung Tenda Biru atau Tenbi misalnya, menu ayam tusuk pedas manis, ayam ijo, telur pedas, tumis kangkung, dan lain-lain disukai santri putri dan putra.  Sorenya, Tenbi ini juga berubah wujud jadi angkringan yang tidak lupa juga menyediakan berbagai macam nasi kucing dan lauk-pauk. Sedaaaap lah pokoknya. Barangkali nyaris ga ada santri Krapayak yang kurang gizi :D

7. Tidak Berpagar
Selain komplek N, tidak ada komplek yang berpagar besi dan dikunci. Komplek N pun hanya dikunci mulai menjelang maghrib saja setelah itu dibuka kembali untu lalu-lalang ustadz yang hendak mengajar. Lokasi pondok Krapyak juga membaur dengan kampung sekitar. Awal saya ke Krapyak, saya heran kok banyak orang kampung sliwar-sliwer lewat depan pondok (khususnya gang mawar, masuk ke Ali Maksum). Tidak tahunya itu memang jalan kampung. Tembok pesantren langsung berjejer dengan tembok tetangga sekitar. Ini kelebihan sekaligus kelemahan. Dengan tidak adanya gerbang yang memagari pesantren, pondok Krapyak tidak mengeksklusi diri terhadap warga sekitar. Tetapi keamanan jadi sulit terpantau. Beberapa kali terjadi kasus pencurian yang dilakukan oleh orang luar pesantren sehingga sulit terdeteksi. Overall, Krapyak tetap menjadi pondok yang nyaman bagi santri-santri yang taat maupun yang bakat ndablek. Taat dan ndablek itu sebagian besar sudah faktor bawaan. Pengondisian pesantren tidak bisa selalu berhasil pada setiap individu santri. Sebab kesadaran adalah kunci.

Demikian ulasan tentang Krapyak yang bolong di sana-sini. Setiap santri punya kesan sendiri. Ini kesan sih kesan saya :D apapun kesannya, kesimpulannya pasti Krapyak ngangeni dan istimewa!


15 komentar:

  1. Pondok Krapyak Yogya selalu di hati..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau untuk mahasiswa itu biaya nya mahal gak?

      Hapus
    2. Tergantung kompleknya.. masing" punya kebijakan tersendiri..

      Hapus
  2. Pondok Krapyak Yogya selalu di hati..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang asrama mahasisw daya tampungnya berapa mbak ?

      Hapus
  3. haha iya bner bngeet itu, krapyak slalu bikin kangen. stiap sudut sudut krapyak pastii punya crita romantis versi Santri Krapyak :)
    saya Alvin Hikam Maulidi, Santri Al-Munawwir, Komplek L Krapyak :)

    BalasHapus
  4. setelah saya baca postingan ini sebenernya saya juga ingin sedikit bercerita hehe.... masih banyak lagii ke-Istimewaan ke-Istimewaan di Krapyak :)

    BalasHapus
  5. Ketinggalan..ada WS, sate pak tuki..hehe

    BalasHapus
  6. Ketinggalan..ada WS, sate pak tuki..hehe

    BalasHapus
  7. Sing paling gak terlupakan iku angkringan e pak semi.. :D (y)

    BalasHapus
  8. aslkm, mau tanya info, kl jd santri mahad aly krapyak, bs ga kuliah di uin suka misalnya?

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah bisa jadi peserta PKR tahun ini

    BalasHapus
  10. Boleh bawa alat elektronik gak klo sambil kuliah

    BalasHapus
  11. Boleh bawa alat elektronik gak kalo sambil kuliah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada umumnya diperbolehkan. Tapi ya dikembalikan kepada kebijakan pengasuh komplek masing"...

      Hapus

jangan lupa dikomen ya! :)