Kami merindui Ibu
bukan dengan bayangan masakan, melainkan hangatnya pelukan..
Pelukan Ibu kami tiada duanya di dunia ini. Sebab, Ibu
memeluk dengan kasih dan doa-doa. Dalam setiap pertemuan, seperti semua orang
tua, Ibu selalu berpetuah, berbagi curahan, dan terkadang mengijazahkan amalan.
Ibu sudah sakit sejak aku SD. Sakit semacam pusing yang
menyerang saraf tulang belakang. Setiap hari, Ibu berperang dengan rasa
sakitnya. Ibu pernah bedrest selama
sesemester ketika saya SMA. Banyak jalan telah ditempuh. Syukur,
berangsur-angsur keadaan Ibu membaik, meski belum sepenuhnya pulih.
Dalam sakit, Ibu masih bisa melakukan banyak hal. Di antaranya,
ngurip-nguripi pondok dan madrasah
tinggalan Abah. Kini, Ibu memelihara puluhan anak dhu’afa yang Ibu tanggung
hidup dan pendidikannya.
Ibu sangat mencintai dan dicintai Ayah. Ayah adalah tipe
orang yang jauh dari karakter romantis. Beliau pendiam, kesehariannya ngaji
dengan santri, ke madrasah, ngimami jam’ah, ngaji lagi sampai waktu tidurnya. Di
antara keletihannya, Ibu terkadang mengeluhkan sakitnya. Ayah mengelus-elus Ibu
sambil berdoa. Bagi Ibu, Ayah adalah lelaki yang sangat sabar. Kata Ibu, kalau
bukan Ayah, barangkali Ibu sudah ‘dibuang’ sejak dulu karena sakitnya.
Saya meyakini, kebaikan Ayah Ibu menjadi salah satu penentu
kebaikan-kebaikan yang menimpa kami, anak-anaknya. Melihat kemandirian Mas Im
dan kecerdasan Neng Nova adalah hal yang sangat patut disyukuri. Kami menuruni banyak hal dari Ibu yang dzahir dan batin. Tapi belum ada satu pun dari kami bertiga yang mewarisi keistiqamahan Ayah. Barangkali istiqomah memang prestasi dengan kegigihan sendiri, bukan diturunkan.
Nasi goreng buatan Ibu belum pernah menuai pujian. Tapi,
dorongan Ibu yang membuat Neng menjadi jagoan mimbar dan Mas yang egaliter
adalah pancaran daya tiada tara. Belum lagi, banyak santri yang berhasil
mengembangkan diri dengan sentuhan Ibu. Tiap kali saya merasa rapuh, serasa hanya Ibu yang mampu menyokong saya dalam pelukannya.
Selalu ada semacam rasa gagal menulis tentang Ibu, apalagi menaati
Ibu.
Ibu, tiga huruf yang tafsirnya seluruh ruang hampa di mana
semesta ini menggantung pun tidak cukup menampung. Maka, entah apa arti sekelumit tulisan ini selain kelegaan hati yang sesaat.
Hamparan kasur, malam kamis dengan latar musik diba'an Gus Kelik
nb: catatan tentang Ibu muncul dari pengalaman-pengalaman yang barangkali setiap orang merasakannya, tapi entah kenapa senantiasa terasa spesial.
nb: catatan tentang Ibu muncul dari pengalaman-pengalaman yang barangkali setiap orang merasakannya, tapi entah kenapa senantiasa terasa spesial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan lupa dikomen ya! :)